MULTI AKAD “HYBRID CONTRACT”
MULTI AKAD “HYBRID CONTRACT”
Oleh : Zumrotun Nazia
201410510311069
Pendahuluan
Perkembangan perbankan dan keuangan syariah
mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menghadapi tantangan yang makin
kompleks. Perbankan dan lembaga keuangan syariah harus bisa memenuhi kebutuhan
bisnis modern dengan menyajikan
produk-produk inovatif dan lebih variatif
serta pelayanan yang memuaskan. Tantangan ini menuntut para
praktisi, regulator, konsultan, dewan syariah dan akademisi bidang keuangan
syariah untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam memberikan respon terhadap
perkembangan tersebut. Para praktisi dituntut secara kreatif melakukan inovasi
produk; regulator membuat regulasi yang mengatur dan mengawasi produk yang
laksanakan oleh praktisi, Dewan syariah dituntut secara aktif dan kreatif
mengeluarkan fatwa-fatwa yang dibutuhkan industri sesuai tuntutan zaman, dan
akademisi pun dituntut memberikan pencerahan ilmiah dan tuntunan agar produk
maupun regulasi mendukung kebutuhan modern dan benar-benar tidak menyimpang
dari prinsip-prinsip syariah.
Salah satu pilar penting untuk menciptakan
produk perbankan dan keuangan syariah dalam menjawab tuntutan kebutuhan
masyarakat modern adalah pengembangan hybrid contract (multi
akad). Bentuk akad tunggal sudah tidak mampu meresponi transaksi
keuangan kontemporer. Sehingga metode hybrid contract seharusnya menjadi
unggulan dalam pengembangan produk.
Fakta menunjukkan, bahwa inovasi produk
perbankan syariah di Indonesia masih kurang dan masih jauh tertinggal.
Produknya masih monoton dan bahkan terkesan kaku, tidak
dinamis. Berdasarkan kajian dari praktisi perbankan syariah dari Kuwaity
Investment Company., Baljeet Kaur Grewal (2007), Indonesia menduduki kluster
ketiga dalam inovasi produk bank syariah dan pengembangan pasar. Sedangkan
kluster keempat yang merupakan kluster tertinggi adalah Malaysia, Uni Emirat
Arab dan Bahrain. Kluster keempat adalah negara yang paling inovatif dan
variatif dalam pengembangan produk. Sementara Indonesia, Brunei Darussalam dan
Afrika Utara, Turkey dan Qatar berada di bawah negara kluster
keempat. Dengan demikian, negara-negara ini (Indonesia, Brunei, Afrika Urata,
Trurley dan Qatar), masih kalah jika dibandingkan dengan kluster keempat.
1.
MULTI
AKAD “HYBRID CONTRACT”
Multi
akad dalam bahasa indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih
dari satu. Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad terjemahan dari
bahsa aran yaitu al-uqud al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap). al-uqud al-murakkabah terdiri dari dua
kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al-murakkabah. Kata ‘aqd secara
etimologi artinya mengokohkan, meratifikasi dan mengadakan perjanjian[2].Sedangkan
secara terminologi ‘aqd berarti mengadakan perjanjian atau
ikatan yang mengakibatkan munculnya kewajiban.
Menurut Nazih Hammad al-’uqûd
al-murakkabah dalam konteks fikih muamalah adalah Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan
suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih ,seperti jual beli dengan sewa
menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara'ah, sahraf (penukaran mata uang),
syirkah, mudharaba, dst. Sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun
tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari
satu akad. Sedangkan menurut Al-‘Imrani akad murakkab adalah: Himpunan beberapa akad kebendaan yang
dikandung oleh sebuah akad,baik secara gabungan maupun secara timbal balik. Sehingga
seluruh hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum
dari satu akad.
2. Hukum
Hybrid Contract
Aliudin
Za’tary dalam buku Fiqh
Muamalah Al-Maliyah al-Muqaran mengatakan “Tidak ada larangan
dalam syariah tentang penggabungan dua akad dalam satu transaksi, baik
akad pertukaran (bisnis) maupun akad tabarru’. Hal ini berdasarkan
keumuman dalil-dalil yang memerintahkan untuk memenuhi (wafa)
syarat-syarat dan akad-akad”
Mayoritas
ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan
Hanbali berpendapat bahwa hukum hybrid
contract adalah sah
dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Ulama yang membolehkan beralasan
bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan
dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya.
(Al-‘Imrâni, Al-’uqûd
al-Mâliyah al-Murakkabah, hal.
69). Kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkan riba atau menyerupai riba,
seperti menggabungkan qardh dengan akad yang lain, karena adanya larangan
hadits menggabungkan jual beli dan qardh. Demikian pula menggabungkan
jual beli cicilan dan jual beli cash dalam satu transaksi. Menurut Ibn
Taimiyah, hukum asal dari segala muamalat di dunia adalah boleh kecuali yang
diharamkan Allah dan Rasulnya, tiada yang haram kecuali yang diharamkan Allah,
dan tidak ada agama kecuali yang disyariatkan.( Ibn Taimiyah, Jâmi’ al-Rasâil, j. 2, hal.
317)
3.
Macam-Macam Multiakad
“Hybrid Contract”
a. Akad
Bergantung/Akad Bersyarat (al-’uqûd al-mutaqâbilah)
al-mutaqâbila menurut bahasa berarti
berhadapan. Sesuatu dikatakan berhadapan jika keduanya
saling menghadapkan kepada yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan al-’uqûd
al-Mutaqâbilah adalah multi akad dalam bentuk akad kedua merespon akad
pertama, di mana kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya akad
kedua melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu bergantung dengan
akad lainnya.
b.
Akad Terkumpul (al-’uqûd
al-mujtami’ah)
Al-’uqûd al-mujtami’ah adalah
multi akad yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau lebih akad terhimpun
menjadi satu akad. Seperti contoh "Saya jual rumah ini kepadamu dan saya
sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan harga lima ratus ribu. Multi
akad yang mujtami'ah ini dapat terjadi dengan terhimpunnya dua
akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad terhadap dua objek
dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum dalam satu akad terhadap dua objek
dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu
objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu yang berbeda.
c.
Akad berlawanan (al-’uqûd
al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah)
Ketiga istilah al-mutanâqidhah, al-mutadhâdah,
al-mutanâfiyah memiliki kesamaan bahwa ketiganya mengandung maksud
adanya perbedaan. Tetapi ketiga istilah ini mengandung implikasi yang berbeda. Mutanâqidhah mengandung
arti berlawanan, seperti pada contoh seseorang berkata sesuatu lalu berkata
sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang pertama. Seseorang mengatakan bahwa
sesuatu benar, lalu berkata lagi sesuatu itu salah. Perkataan orang ini disebut mutanâqidhah,
saling berlawanan. Dikatakan mutanâqidhah karena antara satu
dengan yang lainnya tidak saling mendukung, melainkan mematahkan.
d.
Akad
berbeda (al-’uqûd al-mukhtalifah)
Yang dimaksud dengan
multi akad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau
lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad itu atau
sebagiannya. Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa,
dalam akad sewa diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan dalam jual beli
sebaliknya. Contoh lain, akad ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam harus
diserahkan pada saat akad (fi al-majlis), sedangkan dalam ijârah, harga
sewa tidak harus diserahkan pada saat akad.Perbedaan antara multi akad yang mukhtalifah dengan
yang mutanâqidhah, mutadhâdah, dan mutanâfiyah terletak
pada keberadaan akad masing-masing. Meskipun kata mukhtalifah lebih
umum dan dapat meliputi ketiga jenis yang lainnya, namun dalam mukhtalifah meskipun
berbeda tetap dapat ditemukan menurut syariat. Sedangkan untuk kategori berbeda
yang ketiga mengandung adanya saling meniadakan di antara akad-akad yang
membangunnya.Dari pendapat ulama di atas disimpulkan bahwa multi akad yang mutanâqidhah, mutadhâdah,
dan mutanâfiyah adalah akad-akad yang tidak boleh dihimpun
menjadi satu akad. Meski demikian pandangan ulama terhadap tiga bentuk multi
akad tersebut tidak seragam.
e.
Akad
sejenis (al-’uqûd al-mutajânisah)
Al-’uqûd al-murakkabah
al-mutajânisah adalah akad-akad yang
mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak memengaruhi di dalam hukum dan
akibat hukumnya. Multi akad jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad
seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa jenis seperti
akad jual beli dan sewa menyewa. Multi akad jenis ini dapat pula terbentuk dari
dua akad yang memiliki hukum yang sama atau berbeda.[1]
[1]
http://irham-anas.blogspot.co.id/2011/07/konsep-multi-akad-al-uqud-al-murakkabah.html
diakses tanggal 27 Nopember 2016 18:48
Comments
Post a Comment